JK: 80 Persen Industri Sawit Dunia Ada di Indonesia dan Malaysia
BANDARCAPSA - Rencana pembangunan kawasan hilirisasi industri kelapa sawit oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia, masih terus diupayakan pelaksanaannya.
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mengatakan proyek tersebut penting bagi kedua negara, untuk menghadapi pasar global."Di dunia ini, 80 persen industri sawitnya itu Indonesia dan Malaysia, sehingga perlu Indonesia dan Malaysia bersatu, untuk menghadapi persaingan dan tantangan dari berbagai negara," kata Jusuf Kalla, kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (18/9/2015).
Jusuf Kalla mengatakan program tersebut sudah diupayakan pelaksanaannya sejak tahun lalu.
Kata dia, kesepakatan kedua negara itu awalnya diinisiasi oleh Sofyan Djalil saat masih menjabat sebagai Menteri Kordinator Perekonomian.
"Programnya sudah sejak tahun lalu. Supaya tidak ada yang kelaim, (kenapa) baru dikerjakan (sekarang)," ujar Jusuf Kalla dengan nada bercanda.
Sofyan Djalil yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), dalam kesempatan yang sama
menambahkan, bahwa pembangunan kawasan industri tersebut penting bagi
kedua negara, agar tidak ketergantungan pihak asing.
Kedua negara yang saat ini mendominasi produksi minyak sawit, dapat menentukan standarnya sendiri.
"Sehingga tidak didikte oleh pihak ketiga tentang standar, sehingga produk-produk hilirisasi tidak tergantung mengekspor CPO (Crude Palm Oil atau minyak sawit mentah)," terangnya.
Rencana pembangunan kawasan tersebut saat ini baru sampai tahap pengkajian.
Kedua negara belum bersepakat soal lokasi pembangunan kawasan tersebut. Sofyan Djalil menyebut pilihannya adalah antara di Kalimantan Barat, atau di Kalimantan Timur.
"Tapi prinsip-prinsipnya sudah disepakati. Tim yang membuat standar akan rapat lagi nanti awal Oktober," jelasnya.
Dalam tahap pembangunan fisik kawasan tersebut, kata dia, pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia tidak akan ikut campur.Hal itu sepenuhnya diserahkan ke perusahaan Indonesia dan Malaysia, yang telah ditunjuk. (*)
Kedua negara yang saat ini mendominasi produksi minyak sawit, dapat menentukan standarnya sendiri.
"Sehingga tidak didikte oleh pihak ketiga tentang standar, sehingga produk-produk hilirisasi tidak tergantung mengekspor CPO (Crude Palm Oil atau minyak sawit mentah)," terangnya.
Rencana pembangunan kawasan tersebut saat ini baru sampai tahap pengkajian.
Kedua negara belum bersepakat soal lokasi pembangunan kawasan tersebut. Sofyan Djalil menyebut pilihannya adalah antara di Kalimantan Barat, atau di Kalimantan Timur.
"Tapi prinsip-prinsipnya sudah disepakati. Tim yang membuat standar akan rapat lagi nanti awal Oktober," jelasnya.
Dalam tahap pembangunan fisik kawasan tersebut, kata dia, pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia tidak akan ikut campur.Hal itu sepenuhnya diserahkan ke perusahaan Indonesia dan Malaysia, yang telah ditunjuk. (*)
No comments:
Post a Comment